Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbanyak di dunia maka merupakan
suatu kewajaran negeri ini mendorong dan membangun sistem perbankan yang tidak
menyalahi aturan syariat Islam sesuai keyakinan mayoritas pemeluknya. Perbankan
konvensional diyakini mengandung pondasi dasarnya yang dibangun atas praktik riba yang
diharamkan oleh ketentuan syariat Islam. Mulai adanya regulasi dan maraknya berdiri bankbank
syariah merupakan angin segar bagi iklim baru dalam kehidupan muamalat umat. Produk
yang merupakan bisnis inti perbankan syariah adalah bentuk tabungan yang menggunakan
akad mudharabah. Seiring waktu mulai tersingkap sejumlah kejanggalan dalam proses
pelaksanaan akad mudharabah bank tersebut dengan adanya status ganda bank. Akad
mudharabah mengacu pada konsep bagi hasil atas pemilik modal dengan pengelola usaha.
Dalam kenyataannya pihak bank syariah menempatkan pada status ganda. Saat pengumpulan
dana nasabah, pihak bank mengaku sebagai pengelola, pada waktu kemudian ketika dana
nasabah terkumpul maka bank mengaku sebagai pemilik modal dan mencari mitra pengelola
usaha. Kerancuan keuntungan dari bagi hasil atas standar ganda tersebut menimbulkan
polemik secara syariah.
STUDI KRITIS STATUS GANDA PERBANKAN SYARIAH
Ananta, I. (2012). Tinjauan Kritis Praktek Mudharabah Pada Perbankan Syariah. Seminar Nasional Inovasi dan teknologi (SNIT) (hal. E-79 – E90). Bandung: LPPM BSI.
Antonio, M. S. (2003). Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
Badri, M. A. (2009). Riba dan Tinjauan Kritis Perbankan Syari’ah. Bogor: Pustaka Darul Ilmi.
Bank Indonesia. (2008, November 26). Undang - Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Dipetik Maret 20, 2012, dari http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/C74 02D01-A030-454ABC759858774DF852/14396/UU_21_08_Sy ariah.pdf